Alkisah di sebuah masjid ada seekor semut yang sedang berusaha memanjat tiang masjid. Dia selalu bercita-cita untuk mencapai puncak tiang masjid. Tiang itu berbentuk hiasan cat yang berwarna putih. Teksturnya pun tidak rata, di bawah, tengah, dan atas ada benjolan yang menjadi nilai keindahannya semakin terpancar. Namun tidak bagi si semut. Benjolan-benjolan itu baginya adalah rintangan-rintangan yang membuatnya harus jatuh bangun untuk kesekian kalinya.
Benjolan pertama sudah dia lalui dan sekarang dia sudah sampai di tengah tiang. Dia berusaha melewati benjolan kedua tapi dia tidak sanggup. Dia mencari-cari jalan untuk melewatinya, tapi dia tidak menemukannya karena benjolan itu melingkar penuh. Dia tidak menyerah, sedikit-demi sedikit mulai mencoba melewatinya, namun semakin dia mencoba melewatinya semakin renggang pegangannya , dia masih mencobanya dan dia terjatuh dari tiang.
Dia bangkit dan memanjat tiang lagi. Dengan cepatnya dia sudah sampai di benjolan tengah tiang masjid itu. Namun lagi-lagi dia harus terjatuh, namun dia mencoba bangkit lagi dan memanjat tiang itu lagi. Kali ini dia penuh dengan hati-hati. Dia terlihat ketakutan, dia takut terjatuh. Pegangannya semakin erat. Namun tindakan dia justru membuat tubuhnya gemetaran sehingga ketika dia sudah sampai di benjolan tengah dia ragu untuk melewatinya, dia mencoba berbalik arah dan turun, tapi dia mengurungkan niatnya dan mencoba melewati benjolan kedua. Tapi dia masih ragu dan beberapa kali dia mondar-mandir akhirnya dia nekad mencoba melewati benjolan itu lagi dengan keragu-raguannya, dan akhirnya dia benar-benar terjatuh. Namun kali ini dia tidak segera bangkit memanjat tiang itu lagi. Dia berjalan di sekitar tiang. Hatinya bimbang antara mencoba atau menyerah.
Namun akhirnya dia menyerah dan memilih untuk menjauhi tiang tersebut. Dia kebingungan menentukan jalan hidupnya karena dia memilih untuk menyerah. Namun tidak dia sadari bahwa bahaya besar sedang mengancamnya. Jamaah telah selesai sholat. Orang-orang berhamburan keluar masjid dan melewati tiang yang berada di serambi masjid sedangkan si semut masih berada tak jauh dari tiang itu.
Sang semut masih terus berjalan, kaki-kaki orang berjalan melewati depan dan belakang semut yang sedang berjalan. Satu, dua, tiga kaki orang berlalu mengancam nyawa sang semut, namun sang semut masih beruntung dan selamat. Namun pada kesekian kalinya kaki-kaki orang berlalu tiba-tiba sang semut menjerit keras, dia kesakitan tak tertahankan. Ternyata satu kaki orang telah menginjaknya. Kini dia hanya bisa merintih kesakitan, masa depan yang pernah dia harapkan mungkin hanya menjadi kenangan yang memilukan pasalnya untuk berjalanpun dia kesusahan, apalagi dia harus memanjat tiang untuk mencapai impiannya. Dan sang semutpun kini hanya bisa menyesal atas kesalahan yang dia lakukan.
loading...
0 komentar:
Posting Komentar